Pengaruh Islam di Bidang Bahasa
Konversi
Islam nusantara awalnya terjadi di sekitar semenanjung Malaya. Menyusul
konversi tersebut, penduduknya meneruskan penggunaan bahasa Melayu. Melayu lalu
digunakan sebagai bahasa dagang yang banyak digunakan di bagian barat kepulauan
Indonesia. Seiring perkembangan awal Islam, bahasa Melayu pun memasukkan
sejumlah kosakata Arab ke dalam struktur bahasanya. Bahkan, Taylor mencatat
sekitar 15% dari kosakata bahasa Melayu merupakan adaptasi bahasa Arab.[7]
Selain itu, terjadi modifikasi atas huruf-huruf Pallawa ke dalam huruf Arab,
dan ini kemudian dikenal sebagai huruf Jawi.
Bersamaan
naiknya Islam menjadi agama dominan kepulauan nusantara, terjadi sinkretisasi
atas bahasa yang digunakan Islam. Sinkretisasi terjadi misalnya dalam struktur
penanggalan Çaka. Penanggalan ini adalah mainstream di kebudayaan India. Secara
sinkretis, nama-nama bulan Islam disinkretisasi Agung Hanyakrakusuma (sultan
Mataram Islam) ke dalam sistem penanggalan Çaka. Penanggalan çaka berbasis
penanggalan Matahari (syamsiah, mirip gregorian), sementara penanggalan Islam
berbasis peredaran Bulan (qamariah). Hasilnya pada 1625, Agung Hanyakrakusuma
mendekritkan perubahan penanggalan Çaka menjadi penanggalan Jawa yang sudah
banyak dipengaruhi budaya Islam. Nama-nama bulan yang digunakan tetap 12, sama
dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Penyebutan nama bulan mengacu pada
bahasa Arab seperti Sura (Muharram atau Assyura dalam Syiah), Sapar (Safar),
Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal),
Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan),
Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan
hariannya tetap mengikuti penanggalan Çaka sebab saat itu penanggalan harian
Çaka paling banyak digunakan penduduk sehingga tidak bisa digantikan begitu
saja tanpa menciptakan perubahan radikal dalam aktivitas masyarakat (revolusi
sosial).
Pengaruh Islam di Bidang Pendidikan
Salah
satu wujud pengaruh Islam yang lebih sistemik secara budaya adalah pesantren.
Asal katanya pesantren kemungkinan shastri (dari bahasa Sanskerta) yang berarti
orang-orang yang tahu kitab suci agama Hindu. Atau, kata cantrik dari bahasa
Jawa yang berarti orang yang mengikuti kemana pun gurunya pergi. Fenomena
pesantren telah berkembang sebelum Islam masuk. Pesantren saat itu menjadi
tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk, kurikulum
dan proses pendidikan pesantren diambilalih Islam.
Pada dasarnya, pesantren adalah sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang disebut Kyai. Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren di mana kyai berdomisili. Dengan kata lain, pesantren dapat diidentifikasi adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri, kyai, dan kitab-kitab klasik (kitab kuning).[8] Seputar peran signifikan pesantren ini, Harry J. Benda menyebut sejarah Islam ala Indonesia adalah sejarah memperbesarkan peradaban santri dan pengaruhnya terhadap kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi di Indonesia.[9] Melalui pesantren, budaya Islam dikembangkan dan beradaptasi dengan budaya lokal yang berkembang di sekitarnya tanpa mengakibatkan konflik horisontal signifikan.
Pengaruh Islam di Bidang
Arsitektur dan Kesenian
Masjid
adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid-masjid awal yang dibangun pasca
penetrasi Islam ke nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur
Tengah. Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah
digantikan semacam meru, susunan limas tiga atau lima tingkat, serupa dengan
arsitektur Hindu. Masjid Banten memiliki meru lima tingkat, sementara masjid
Kudus dan Demak tiga tingkat. Namun, bentuk bangunan dinding yang bujur sangkar
sama dengan budaya induknya.[10]
Perbedaan lain, menara masjid awalnya tidak dibangun di Indonesia. Menara dimaksudkan sebagai tempat mengumandakan adzan, seruan penanda shalat. Peran menara digantikan bedug atau tabuh sebagai penanda masuknya waktu shalat. Setelah bedug atau tabuh dibunyikan, mulailah adzan dilakukan. Namun, ada pula menara yang dibangun semisal di masjid Kudus dan Demak. Uniknya, bentuk menara di kedua masjid mirip bangunan candi Hindu. Meskipun di masa kini telah dilengkapi menara, bangunan-bangunan masjid jauh di masa sebelumnya masih mempertahankan bentuk lokalnya, terutama meru dan limas bertingkat tiga.
Seni
Ukir. Ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam seni. Larangan
dipegang para penyebar Islam dan orang-orang Islam Indonesia. Sebagai pengganti
kreativitas, mereka aktif membuat kaligrafi serta ukiran tersamar. Misalnya
bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit karang, pemandangan, serta garis-garis
geometris. Termasuk ke dalamnya pembuatan kaligrafi huruf Arab. Ukiran misalnya
terdapat di Masjid Mantingan dekat Jepara, daerah Indonesia yang terkenal
karena seni ukirnya.
Seni Sastra. Seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap sastra nusantara. Sastra bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar Selat Malaka dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra Hindu-Buddha. Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabarata, Ramayana, dan Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-sastra lama yang diberi muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu. Di Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri berupa suluk (kitab yang membentangkan persoalan tasawuf). Suluk gubahan Fansuri misalnya Sya’ir Perahu, Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-Arifin, dan Syarab al Asyiqin.
Sistem Pemerintahan
Dalam
pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi setelah Islam masuk, maka
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan
digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti
Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem
pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya
para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Sistem Kalender
Sebelum
budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender
Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan
nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
Nama-nama
bulan yang digunakan adalah 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam).
Demikian pula, nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura
(Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir),
Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah
(Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar
(Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Saka
karena penanggalan harian Saka saat itu paling banyak digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro
1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus
1633 M.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya
agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan,
yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang
menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun
ukiran.
Sedangkan
dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra
yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia.
Dengan
demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari
tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab
Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang
pada jaman Hindu.
Bentuk
seni sastra yang berkembang adalah:
a.
Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh
sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat
ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang
terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima
(Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa
sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk
Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk
kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk
seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
Kedatangan
Islam ke Indonesia membawa pengaruh cukup besar bagi kebudayaan Indonesia.
Tetapi bukan berarti menghapus semua yang ada sebelumnya. Misalnya, kesenian
wayang yang telah ada sebelum kedatangan Islam. Bahkan wayang ini digunakan
para wali untuk menyebarkan agama Islam.
owhh
BalasHapusJudul lagu nya apa ka ?
BalasHapus