BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan
membunuh. Virus ini menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat
menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio
melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988
muncul Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus
polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya
terjadi di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio
sudah berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005,
Indonesia muncul kasus polio pertama selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi
sebagai negeri bebas polio yang disandang selama 10 tahun pun hilang ketika
seorang anak berusia 20 bulan di Jawa Barat terjangkit penyakit ini. (Lebih
lanjut baca "Polio: cerita dari Jawa Barat) Menurut
analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak itu polio
menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menyerang anak-anak yang tidak
diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Virusnya
cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang
kebersihannya buruk.
Indonesia sekarang mewakili satu per
lima dari seluruh penderita polio secara global tahun ini. Kalau tidak
dihentikan segera, virus ini akan segera tersebar ke seluruh pelosok negeri dan
bahkan ke Negara-negara tetangga terutama daerah yang angka cakupan
imunisasinya masih rendah.
Indonesia merupakan Negara ke-16
yang dijangkiti kembali virus tersebut. Banyak pihak khawatir tingginya kasus
polio di Indonesia akan menjadikan Indonesia menjadi pengekspor virus ke
Negara-negara lain, khususnya di Asia Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi
di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi
global.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian
polio.
2.
Jenis –
jenis polio.
3.
Mekanisme
penyebaran polio.
4.
Langkah
pencegahan polio.
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Sebagai
tugas orientasi mahasiswa baru.
2. Agar calon
mahasiswa baru dapat mengetahui hal – hal yang berhubungan dengan penyakit
polio.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
B. Gejala
Klinik.
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas.
Sebagian besar (90%) infeksi virus polio menyebabkan inapparent infection,
sedangkan 5% menampilkan gejala abortive infection, 1% nonparalytic, dan
sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik.
Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik, 30% akan
sembuh, 30% menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan kelumpuhan berat,
dan 10% menunjukkan gejala berat serta bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi
biasanya 3-35 hari.
Penderita sebelum ditemukannya vaksin terutama berusia
di bawah 5 tahun. Setelah adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, usia
penderita bergeser pada kelompok anak usia di atas 5 tahun.
C.
Stadium akut --sejak ada
gejala klinis hingga dua minggu-- ditandai dengan suhu tubuh meningkat, jarang
terjadi lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah. Kelumpuhan
terjadi dalam seminggu permulaan sakit. Kelumpuhan itu terjadi akibat kerusakan
sel-sel motor neuron di medula spinalis (tulang belakang) oleh invasi virus.
Kelumpuhan tersebut bersifat asimetris sehingga
menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau
bahkan menjadi lebih berat. Sebagian besar kelumpuhan terjadi pada tungkai
(78,6%), sedangkan 41,4% akan mengenai lengan. Kelumpuhan itu berjalan bertahap
dan memakan waktu dua hari hingga dua bulan.
D.
Stadium
subakut (dua minggu hingga dua bulan) ditandai dengan menghilangnya demam dalam
waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlau tinggi. Kadang, itu disertai
kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan
biasanya salah satu sisi.
Stadium konvalescent (dua bulan hingga dua tahun)
ditandai dengan pulihnya kekuatan otot lemah. Sekitar 50%-70% fungsi otot pulih
dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Kemudian setelah usia dua tahun,
diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot. Stadium kronik atau
dua tahun lebih sejak gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot
yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot permanen.
E.
Jenis Polio
1.
Polio
non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit
perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot
terasa lembek jika disentuh.
2.
Polio paralisis
spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf
tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan
pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita
akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada
kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darahkapiler pada
dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang
belakang dan syaraf motorik -- yang
mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun,
pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini
biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang
belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang
serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf
pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki
kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi
terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan
tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis
(AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada
batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
3.
Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan
alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf
motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke
berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan
saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang
membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah
dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat
menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio
bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang
bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam'
dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk
menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun
trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru
besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara
ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru
akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi
yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75%
tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari
polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan.
Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari
polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh
dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
F.
Mekanisme
Penyebaran
Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring
(mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama
terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke
mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut).
Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal
dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral
adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat
lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol,
namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan
virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung
pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada
air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber
penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.
G.
Pencegahan
Dalam World Health Assembly 1988 yang diikuti sebagian besar negara di dunia, dibuat kesepakatan untuk melakukan eradikasi polio (Erapo) tahun 2000. Artinya, dunia bebas polio pada 2000. Program Erapo pertama yang dilakukan adalah melakukan imunisasi tinggi dan menyeluruh. Kemudian, diikuti Pekan Imunisasi Nasional yang dilakukan Depkes 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Dalam World Health Assembly 1988 yang diikuti sebagian besar negara di dunia, dibuat kesepakatan untuk melakukan eradikasi polio (Erapo) tahun 2000. Artinya, dunia bebas polio pada 2000. Program Erapo pertama yang dilakukan adalah melakukan imunisasi tinggi dan menyeluruh. Kemudian, diikuti Pekan Imunisasi Nasional yang dilakukan Depkes 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni,
pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap
anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Masih
terdapat Negara – Negara di dunia yang mempunyai virus polio liar yang akan
menjadi ancaman bagi Negara – Negara yang rentan ( cakupan imunisai
rendah ).
2. Cakupan
imunisasi polio masih belum merata di beberapa desa.
3. Tiga factor
resiko utama terjadinya KLB yaitu :
Ø
Tingkat
imunitas masyarakat rendah.
Ø
Sanitasi
yang tidak baik.
Ø
Adanya
kemudahan transportasi.
B.
Saran
Ø Meningkatkan
komitmen politik dalam upaya kesehatan masyarakat.
Ø Meningkatkan
kehandalan infrastruktur kesehatan.
Ø Meningkatkan
peran seluruh masyarakat, professional maupun media dalam mensukseskan upaya
Indonesia menghentikan penyebaran virus polio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar